Sunday 24 March 2019

Coordinated Management of Meaning ( Manajemen Kordinasi Makna)- W. Barnett & Vernon Cronen

Chapter 6 from Em Griffin Books

Coordinated Management of Meaning (W. Barnett Pearce & Vernon Cronen)
Transmission model of communication despicts a  source that sends a message through a channel to one or more receivers.
                                       Source-> Message-> Channel-> Receiver
Dengan begitu teori ini praktis membut kehidupan menjadi lebih baik. Agar kita dapat bertindak efektif dalam situasi komunikasi. Teori ini banyak digunakan dalam proses mediasi, diskusi keluarga, proyek yang dijalani masyrakat dsb. Teori ini percaya bahwa komunikasi merupakan kekuatan konstitutif yang membentuk keseluruhan ide, hubungan dan lingkungan sosial. 
1.     First Claim: Our Communication Creates Our Social Worlds
Kim pearce berkta bahwa komunikasi tidak selalu menjadi alat untuk bertukar fikiran dan ide, namun dapat membuat konstruksi diri, hubunga, organisasi, komunitas, budaya, dan lain lain. Artinya, membentuk diri mereka dengan dunia mereka.
2.    Second Claim: The Stories We Tell Differ From The Stories We Live
Cerita yang ingin kita utarakan berbeda dengan cerita sesungguhnya. Itulah yang diutarakan pearce dan cronen. Ia memandang bahwa cara berbicara lebih penting daripada isi pembicaraan. So, meeka membaginya menjadi 2 sisi. Storied told dan stories lived. 
·     Stories Told (Making and Managing Meaning): we tell or hear are never as simple as they seem. Seperti contoh pada buku, seseorang yang menerima surat dari Bea yang merupakan tunangannya berkata apa yg ada dalam hatinya. Namun si penerima tidak mengetahuinya. 
·     Stories Lived (Coordinating Our Patterns of Interaction): concerned with patterns of communication we create with others. And its called serprentine models. Serprentine models dapat menganalisis percakapan apapun dan map out its history.
3.    Third Claim: We Get What We Make
Kim pearce mengatakan bahwa sejak smm mengkalim kalau kita membuat social worlds through our patterns of communication, it follows that we get what we make. Diutarakannya dalam kalimat” jika pola interaksi kamu mengandung tuduhan dan menyebabkan kemarahan, kamu akan memiliki defensive relationship. Jika polanya mengandung pertanyaan asli dan penasaran, kamu akan memiliki kesempatan baik untuk membuat hubungan kamu lebih terbuka”.
4.     Fourth Claim: Get The Pattern Right, Create Better Social Worlds
Untuk membuat dunia sosial lebih baik, maka haruslah membuat pola yang benar. Untuk itu, diperlukn komuniktor yang mindful. Artinya ia seseorang yang hadir dan sadar tentang apa yang orang lain perbuat di tengah pembicaraan. Its paying less attention tentang apa yang mereka bicarakan dan fokus terhadap apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka perbuat. Mereka selalu berusaha untuk membuat situasi terasa sangat baik. 

# Ethical Reflection: Martin Buber’s Dialogue Ethics
buber is a german jewish philosopher. Buber constrasted 2 tipe hubungan. I-it dan i-Thou. I-it relationshps kita memperlakukan orang lain adalah seseorang yang berguna dan sebagai objek manipulasi. I-Thou relationship kita regard our partnersebagai seseorang yang “as very one we are”. Kita memperlakukannya sebagai valued ketimbang makna to our own end.

# Critique: Highly Practical as it Moves From Confusion to Clarity
6 criteria by mead of symbolic interactionism
·     New understanding people
·     Clarification of values
·     Community of agreement
·     Reform of society
·     Qualitative research
·     Aesthetic appeal

# Contoh jurnal teori manajemen kordinasi makna

Judul
Studi Konstruksi Makna Hubungan Antarumat Beragama Dengan Pendekatan Model
(Coordinated Management of Meaning-CMM)

Abstrak
Penelitian ini berangkat dari studi Coordinated Management of Meaning (CMM) dalam mengkonstruksi makna hubungan antarumat beragama perspektif Kiai Sholeh. Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretatif- konstruktivis. Metodologi yang digunakan kualitatif deskriptif dengan metode pengambilan sampel purposive sampling. Metode dalam pengumpulan data yaitu wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Penelitian ini menghasilkan teori Coordinated Management of Meaning (CMM) dalam konteks hubungan antarumat beragama. Makna hubungan antarumat beragama perspektif Kiai Sholeh adalah Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda agar mereka bisa saling belajar, bergaul, dan membantu antara satu dan lainnya dan mengakui perbedaan-perbedaan itu sebagai sebuah realitas. Kiai Sholeh mewujudkan konsep hubungan antarumat beragama dengan formasi dialog. Interpretasi dari dialog adalah interaksi Kiai Sholeh dengan non muslim seperti doa bersama, silaturrahmi keagamaan, pentas seni, live in, kerja sama bidang pendidikan, peleburan budaya antarumat beragama, dan aksi sosial pemuda bangsa. Hubungan yang sudah dijalankan oleh Kiai Sholeh dengan non muslim sebatas hubungan dhohir dan duniawi bukan hubungan ukhrowi. Kiai Sholeh menerapkan konsep hubungan antarumat beragama dipengaruhi oleh ayahnya sendiri Kiai Bahruddin dan gurunya Kiai Munawir serta pemahaman Kiai Sholeh terhadap piagam madinah. Pola budaya yang telah diterapkan oleh Kiai Sholeh dalam hubungan antarumat beragama adalah konsep tasawuf dan thoriqoh.
Kata kunci: CMM, Konstruksi Makna, Hubungan Antarumat Beragama 

Kesimpulan
Dari tabel tersebut dapat dipahami bahwa makna Hubungan antarumat beragama perspektif Kiai Sholeh adalah Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda agar mereka bisa saling belajar, bergaul, dan membantu antara satu dan lainnya dan mengakui perbedaan-perbedaan itu sebagai sebuah realitas. Kiai Sholeh mewujudkan konsep hubungan antarumat beragama dengan formasi dialog yang sudah diselenggarakannya dengan mengadakan seminar nasional kerukunan antarumat beragama. Interpretasi dari seminar nasional adalah interaksi Kiai Sholeh dengan non muslim seperti doa bersama, silaturrahmi keagamaan, pentas seni, live in, kerja sama bidang pendidikan, peleburan budaya antarumat beragama, dan aksi sosial pemuda bangsa. 
Hubungan yang sudah dijalankan oleh Kiai Sholeh dengan non muslim sebatas hubungan dhohir dan duniawi bukan hubungan ukhrowi. Kiai Sholeh menerapkan konsep hubungan antarumat beragama dipengaruhi oleh ayahnya sendiri Kiai Bahruddin dan gurunya Kiai Munawir serta pemahaman Kiai Sholeh terhadap piagam madinah. Pola budaya yang telah diterapkan oleh Kiai Sholeh dalam hubungan antarumat beragama adalah konteks tasawuf dan thoriqohyang sudah diamalkan oleh beliau melalui jalan sufi dan 3 thoriqoh yaitunaqsyabandiyah, qodiriyah, dan syadiliyah. Pola budaya dalam konteks tasawuf dan thoriqoh merupakan tujuan akhir dari semua tindakan yang telah dilakukan oleh Kiai Sholeh selama ini. Konteks tersebut merupakan konsep akhlak yang didalamnya terkandung nilai-nilai kebaikan untuk diterapkan oleh Kiai Sholeh untuk berhubungan baik kepada sesama muslim maupun berhubungan kepada nonmuslim. 


No comments:

Post a Comment

Uses and Gratifications (Teori Kegunaan dan Kepuasan)- Elihu Katz

Chapter 28 From Em Griffin Books Uses and Gratification (Elihu Katz) Teori ini menekankan titik berat terhadap penelitian yang dilakuka...